Sabtu, 07 Januari 2012

Nissan Leaf



Nissan Leaf pantas disebut fenomena. Oke, fakta bahwa ia baru terjual sekitar 20 ribu unit memang tidak ada apa-apanya untuk skala global. Namun, di tengah-tengah tuntutan ‘langit lebih biru’ dan ‘pepohonan lebih hijau’, Leaf layak  mendapatkan pujian tersendiri.

Bagi yang belum terbiasa, menghidupkan mobil listrik seperti Leaf memberikan kesan spooky. Begitu tombol start ditekan, tak ada bunyi motor starter layaknya mobil konvensional. Satu-satunya tanda mobil telah hidup adalah menyalanya panel instrumen dan kehadiran bunyi peringatan yang nadanya bisa Anda pilih. 

Kecuali hilangnya suara, suasana kabin tak ubahnya mobil biasa. Bedanya, panel instrumennya sedikit lebih rumit. Indikator bensin berganti kapasitas baterai, sementara informasi temperatur menunjukkan suhu baterai, bukan mesin. Di sisi atas panel instrumen utama terdapat sejumlah indikator bundar yang menunjukkan seberapa banyak tenaga Anda gunakan.

Kelegaan kabinnya pun patut diacungi jempol. Penggunaan platform eksklusif membuat desainer Leaf mampu merancang peletakan baterai sedemikan rupa agar tidak memakan ruang. Data spesifikasi Nissan menunjukkan kalau Leaf sedikit lebih lega dibandingkan hatchback Latio yang pernah dijual di Tanah Air.

Segera, instruktur berkebangsaan Jepang memberikan aba-aba untuk segera memulai sesi test drive. Saya pun segera memindahkan ‘tuas persneling’ mungilnya ke posisi D.

Kecuali heningnya suara dari motor listrik, praktis Anda takkan menemukan perbedaan karakter dengan mesin bensin. Apalagi di atas kertas, motor listrik milik Leaf langsung menyemburkan torsi maksimum 280 Nm secara instan.

Entakan tenaganya lumayan terasa, plus mobil pun melaju dengan mulus hingga kecepatan yang diizinkan instruktur pada kisaran 80 – 100 km/jam. Nissan mengklaim Leaf mampu dipacu hingga 144 km/jam.

Hanya saja, kita yang terbiasa entakan kickdown mobil bertransmisi otomatis dijamin terasa kurang gereget saat perlu akselerasi mendadak. Terlepas akselerasinya lumayan, motor listrik berdaya 80 kW milik Leaf terasa seperti mengurut dari bawah. Kurang mampu memberikan rasa percaya diri bagi pengemudi.

Sungguh, terasa aneh mengemudikan mobil sesenyap ini. Suara deru mesin yang umumnya terdengar saat melaju 100 km/jam sirna digantikan desingan halus motor listrik. Dan tak hanya suara mesin yang hilang, suasana kabinnya pun sungguh hening.

Ini karena eksterior Leaf dibuat dirancang sedemikan rupa hingga ke detail-detail terkecil minim suara. Detail seperti dudukan motor listrik bebas getaran, desain lampu depan yang mengoptimalkan aliran udara, motor wiper nyaris tak bersuara, hingga konstruksi bodi rigid untuk mengurangi suara jalanan.

Usai jalur lurus, di hadapan saya menanti tikungan tajam. Kecepatan Leaf pun segera saya turunkan. Ketika pedal gas dilepas dan rem diinjak, segera Leaf pun mengaktifkan sistem regenerative braking. Yaitu, mengubah energi deselerasi menjadi arus listrik yang mengisi-ulang baterai.

Kehadiran baterai terletak di bawah sasis pun ternyata menyumbang benefit pada pengendalian. Distribusi bobotnya lebih merata karena tidak perlu menanggung bobot mesin di struktur depan. Alhasil Leaf terasa stabil dipacu di tikungan, sekaligus lebih lincah saat bermanuver. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar